Dicelanya (dikritik) Khalifah Umar oleh wanita

Pada Suatu malam, Khalifah Umar bin Khattab berjalan menyusuri perkampungan penduduk. Hal itu dilakukan Khalifah dengan cara menyamar dan tidak diketahui oleh semua prajurit kekhalifahan.

Ketika ia melewati depan subuah rumah seorang keluarga miskin, terdengar suara anak-anak kecil menangis, meminta sesuatu. Khalifah Umar berhenti dan mengintipnya.

Dilihatnya di dalam ada seorang ibu tengah memasak sesuatu. Barangkali anak-anak itu menangis karena minta makanan yang tengah dimasak itu. Diperhatikan oleh Khalifah keadaan keluarga miskin itu dari luar.

Namun apa yang dimasak ibu itu sampai sekian lama tak kunjung masak, sementara tangis anak-anak kecil semakin menyayat hati. Akhirnya Khalifah Umar mengetuk pintu rumah itu dan masuk ke dalam.

Dan alangkah terkejutnya Khalifah setelah tahu yang tengah ditanak oleh wanita itu. Ternyata dia tengah merebus sebuah batu, yang tentu saja tidak akan mungkin masak sampai kapan pun.

      "Apa maksud Ibu menanak batu?" tanya Khalifah
      "Sebab kami sudah tak mempunyai apa-apa lagi yang dapat dimakan, sementara anak-anak kelaparan karena seharian belum makan. Maka kutanak batu ini, sekedar untuk menghiburnya. Keadaan yang demikian ini akibat kurang adilnya Khalifah Umar, kurang meperhatikan nasib rakyat kecil. Bahan makanan hanya disimpan di gudang-gudang, tidak dibagi-bagi kepada rakyat", jawab wanita itu tanpa mengetahui dengan siapa sebenarnya dia berbicara.

Hati Khalifah Umar bagaikan dipalu dengan keras, terkejut. Kesadaran membuka diri, bukan kemarahan yang timbul dari dirinya. Perasaanya saat itu diganggu oleh bayangan bahwa dirinya melaksanakan tugas sebagai seorang khalifah belum dapat sebagaimana mestinya. Ternyata rakyat bawah masih ada yang ditimpa penderitaan, masih ada yang kelaparan.

Khalifah Umar kemudian kembali ke istana, mengambil beberapa karung makanan untuk diberikan kepada keluarga miskin itu, yang sekaligus sebagai hadiah atas keberanianya mengeritik pemerintahanya secara terus terang, sekalipun tidak mengetahui bahwa malam itu yang berada dihadapan mereka adalah dirinya, Khalifah Umar bin Khathab.

Karung-karung bahan makanan itu sendiri dibawa sendiri oleh Khalifah Umar sampai ke rumah keluarga yang ditimpa penderitaan itu. tak seorang pun boleh membawa barang yang berat itu.

"Wahai Ibu yang terhormat, terhormat, terimalah pemberian dariku ini selaku khalifah, dan aku mengucapkan terima kasih atas keterusterangan Ibu dalam mengeritik kekuranganku sebagai seorang khalifah." Kata Khalifah Umar saat menyerahkan bahan makanan itu.

Wanita itu menjadi sangat terkejut, ia sama sekali tidak menduga bahwa yang dihadapi malam itu Khalifah Umar yang dikeritiknya. Ia meminta maaf atas kelancanganya, dan ucapan terima kasih pun disampaikan oleh wanita itu.

Kesemuanya itu diterima dengan senang hati oleh Khalifah, selaku penguasa. Bahkan diterima dengan tanggapan yang amat positif.

Dari kejadian tersebut, telah menunjukan betapa besarnya perjuangan Khalifah Umar bin Khathab dalam memikirkan nasib rakyatnya sampai ketingkat bawah, masyarakat yang hidup dalam perkampungan yang ditimpa segala kekurangan. Dengan seringnya Khalifah mengadakan perjalanan langsung ketempat tingal rakyat, sehingga ia dapat mengetahui secara langsung keadaan mereka.

Rasa belas kasihan terhadap makhluk lain memang sangat mendalam jiwa Khaifah Umar. Bukan hanya kepada manusia, kepada binatang pun tertanam rasa belas kasihan. Dalam perasaan hatinya sama-sama makhluk Allah harus mendapat perlakuan baik, dan mendapat kebebasan hidup sebagaimana makhluk lain,


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kisah tukang cukur


                 Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya.Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat.Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang  Tuhan. Si tukang cukur bilang,”Saya tidak percaya kalau Tuhan itu  ada”. “Kenapa kamu berkata begitu ?” tanya si konsumen.“Begini, coba kamu perhatikan di depan sana, di jalanan… untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada”.“Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada.  Adakah yang sakit? Adakah anak-anak terlantar? Adakah yang  hidupnya susah?” . “Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan”. “Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi”. Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon apa yang dikatakan si tukang cukur tadi, karena dia tidak ingin terlibat adu pendapat. Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur. Beberapa saat setelah dia meninggalkan tempat itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, kotor dan brewok, tidak pernah dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat. Si konsumen balik ke tempat tukang cukur tadi dan berkata: “Kamu tahu, sebenarnya di dunia ini tidak ada tukang cukur..! ” Si tukang cukur tidak terima, dia bertanya : ”Kamu kok bisa bilang begitu?”. “Saya tukang cukur dan saya ada di sini. Dan barusan saya mencukurmu!”. “Tidak!” elak si konsumen. “Tukang cukur itu tidak ada! Sebab jika tukang cukur itu ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana“, si konsumen menambahkan. “Ah tidak, tapi tukang cukur itu tetap ada!”, sanggah si tukang cukur. “Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, mengapa mereka tidak datang kepada saya untuk mencukur dan merapikan rambutnya?”, jawab si tukang cukur membela diri. “cocok, saya setuju..!” kata si konsumen. “Itulah point utamanya!.. Sama dengan Tuhan. “Maksud kamu  bagaimana?”, tanya si tukang cukur tidak mengerti. Sebenarnya Tuhan itu ada !. Tapi apa yang terjadi sekarang ini.? Mengapa orang-orang tidak mau datang kepada-Nya, dan tidak mau mencari-Nya..? Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini.” tukang cukur terbengong !!!! Dalam hati dia berkata : “Benar juga apa kata dia.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Babak belur saat thawaf

               Setelah Pak Miftah membimbing jamaah dalam melaksanakan thawaf, dalam hatinya terbesit keinginan untuk melaksanakan thawaf sendirian. Ia ingin ,melakukan hal itu dengan maksud agar bisa berdoa dan bertobat kepada Allah secara maksimal. Tidak memikirkan yang lain.


 Untuk melaksanakan niatnya itu, malam-malam sekitar pukul dua, ia turun dari hotel. Di lantai kesekian ia bertemu dengan seorang ibu. Ibu itu bertanya kepadanya. Pak Miftah menjelaskan bahwa ia mau ke bawah. Eh, dikatakan begitu malah ibu itu mau ikut. Dengan halus Pak MIftah menolaknya. Ia tetap ingin thawaf sendirian tanpa gangguan yang lain. Dengan begitu, ia pikir bisa thawaf dengan mantap dan lebih sempurna.



Sesampainya di Masjidil Haram, ia memulai thawaf. Tetapi, apa yang terjadi? seperti ada gelombang manusia yang begitu banyak dan begitu besar. Pada waktu itu ia merasakan thawafnya begitu berat. Ia terhimpit dan terlempar, jam tanganya hilang, kacamatanya patah, serta kancing bajunya pun pada copot. Mukanya memar-memar dan hijau-hijau karena tersikut orang. Pada waktu itu jumlah manusia sepertinya begitu banyak. Wallahu A'lam. Begitu sulit! belum pernah ia merasakan thawaf seberat itu.
Lalu ia teringat pada saat hendak berangka, dia tidak mau menolong orang lain yang jelas-jelas ingin melaksanakan ibadah, Malah ia memilih thawaf sendirian. Rupanya itulah peringatan dari Allah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS